Belitung Part 1: Sebuah Prolog & Sedikit 'Pemanasan'

Mei 17, 2017

"Halo. Apa kabar, Mba?"

Awal perjalanan gue di mulai dengan sapaan hangat seorang driver Gojek yang sebelumnya pernah beberapa kali mengantar gue. Gue pun menjawab pertanyaannya yang disambut beliau dengan ,"Alhamdulillah". Sepanjang perjalanan dari rumah ke pool bus bandara yang singkat itu, Bapak Driver Gojek sempat bercerita tentang kesukaannya traveling ala backpacker. 

Sesampainya di pool bus, nggak lama bus bandara tiba dan ternyata jalan tol pun lagi baik-baiknya sehingga gue sampai di bandara lebih cepat hampir 4 jam dari waktu take off. Tapi kalau kata Ode, lebih baik kecepetan daripada ketinggalan pesawat.

"What a nice start", pikir gue.

Setelah 1,5 jam keliling bandara sendirian, Tomo dan 2 temannya -Dolly dan Koh Robby- tiba. Ini pertama kalinya gue ketemu Dolly dan Koh Robby. Jujur aja gue harap-harap cemas traveling bareng kenalan baru karena gaya traveling orang, kan, beda-beda. Tapi bertemu orang baru selalu menambah pengalaman baru, kan? Pengalaman yang gue dapet kali ini persis seperti quote berikut:


As with any journey, who you travel with can be more important than your destination - Unknown


***

Pengalaman baru gue dimulai dengan diomelin mas-mas boarding room karena kita boarding super mepet. Loh, bukannya gue udah sampai lebih awal? Yes.

Sebenarnya kita udah di ruang tunggu 10 menit sebelum boarding sampai tiba-tiba...

Sesi curhat dimulai!

Bukan gue, tapi satu dari laki-laki itu tiba-tiba curhat menggebu-gebu sehingga dua orang lainnya pun harus menanggapi. Gue seperti biasa mencari cara untuk melarikan diri dari awkward momen seperti itu. Begitu waktu boarding tiba, gue melirik ke tiga teman gue. Tak ada tanda-tanda pegerakan.

25 menit sebelum take off. Petugas Sriwijaya Air memanggil kembali para penumpang yang belum berangkat menuju pesawat. Gue kembali melirik mereka. Posisi masih sama. Gue pun sibuk berspekulasi sendiri. Oh mungkin mereka sengaja karena sambil nunggu penumpang naikin barang di kabin. Atau, oh mungkin emang mereka nggak mau kelamaan nunggu di pesawat.

20 menit sebelum take off. Petugas semakin gencar mengingatkan penumpang. Gue mulai lirik-lirik cemas dan tak ada tanda-tanda pergerakan.

15 menit sebelum take off. Gue pun memanggil Tomo dan memberitahu kalau petugas Sriwijaya sudah memanggil untuk menuju pesawat. Mereka pun baru beranjak dan Tomo bilang mau ke toilet sebentar. Gue tepok jidat sambil ngeluarin satu bungkus stok sabar. 

Usut punya usut, ternyata mereka bertiga nggak ada yang denger informasi dari petugas Sriwijaya saking serunya dengerin temen curhat. 

Lesson number 1, jangan sibuk berspekulasi sendiri. 
Lesson number 2, tolong cari momen yang tepat ya ibu-ibu kalau mau curhat.

Ruang tunggu alias tempat curhat dadakan


***

Perjalanan Jakarta-Belitung ternyata sangat singkat, hanya satu jam saja. Sore itu sekitar pukul 15.50 kami sampai di Bandara H. A. S. Hanandjoeddin dan disambut manis oleh Pak Agus, salah satu driver dari jasa antar-jemput bandara milik Pak Kusdian. 

Sebenarnya kami mengikuti rombongan open trip dari Rani Journey. Tapi berhubung harga tiket tanggal 13 Mei membengkak, kami memutuskan untuk membeli tiket sehari sebelumnya dan berjalan-jalan sendiri.

Kami pun memilih penginapan di dekat pantai Tanjung Pendam. Lumayan, kan, nanti sore bisa main di pantai. Pantai Tanjung Pendam sore itu tak terlalu ramai pengunjung. Mungkin karena pesonanya masih kalah cantik dibanding pantai di Belitung lainnya.


Sunset-an dulu di Pantai Tanjung Pendam


Dari pantai, kami berjalan kaki menuju pusat kota Tanjung Pandan. Di tengah perjalanan, kami mampir ke toko kopi Kong Djie. Sayangnya, asam lambung gue beberapa hari terakhir sedang tinggi sehingga gue tidak bisa ikut ngopi ala warga Belitung. Tapi, di sini gue mencoba jeruk kunci hangat yang ternyata enak dan segar rasanya.

Sekitar 15 menit 'ngopi' di Kong Djie, kami pun beranjak ke tempat lain. Berhubung nggak sewa kendaraan, kami kembali berjalan kaki untuk mencari makan berat. Di sekitar Jalan Sriwijaya, kami pun menemukan Mie Atep. Di dalamnya, terpasang deretan foto pemilik Mie Atep dengan artis hingga politisi dalam negeri. 

Gimana, sih, rasanya Mie Atep? Unik. Rasanya nggak biasa tapi enak. Isinya adalah mie kuning, udang, tahu, pempek, dan emping, lalu disiram oleh kuah kental berwarna kecokelatan. Selesai makan Mie Atep, kami kembali berkeliling untuk mencari makanan lainnya. Ternyata dua temen baru gue ini suka banget nyobain makanan baru. Sementara gue hanya jadi penonton karena perut gue tak sanggup lagi menampung makanan dan kebetulan mereka mencari makanan nggak halal. So... big no.

Hari itu ditutup dengan kaki yang kecapean berjalan, bau kamar hotel yang agak aneh, dan adaptasi dengan teman-teman baru. Perjalanan sesungguhnya baru dimulai esok hari saat tour guide kami menjemput di penginapan sekitar pukul 08.30 WIB. Gue akan menceritakan serunya jalan-jalan di kota Laskar Pelangi di post berikutnya. Tungguin, ya! 



You Might Also Like

0 komentar