Belitung Part 2: Berkeliling-keliling Kota

Mei 19, 2017

Matahari Belitung pagi itu sangatlah cerah. Sayang, kamar kami yang terletak di pojokan  tak mendapat 'jatah' sinar matahari. Bau kamar yang aneh dan pengap pun membuat gue tak betah berlama-lama di kamar dan memilih berjemur di taman hotel. 

Suntikan sinar matahari pagi, secangkir teh hangat, setangkup roti panggang cokelat, dan pemandangan seekor kadal sepanjang 1 meter yang sedang bersantai di atap hotel sepertinya cukup membuat energi dan semangat gue terisi penuh. 

Sekitar jam 08.30 WIB, dua mobil elf memasuki halaman hotel yang kami tempati.  Pak Untung, tour guide kami, pun keluar mobil dan menegur kami dengan ramah. Kami merupakan rombongan terakhir yang dijemput Pak Untung.

Setelah peserta tur lengkap, mobil yang kami tumpangi pun bergerak ke destinasi pertama, yaitu restoran Mie Atep. 

Rasa Mie Atep yang disajikan di restoran ini menurut gue dan teman-teman lebih enak dibanding Mie Atep yang kami makan sebelumnya. Mie Atep di sini rasanya lebih ringan, sehingga cocok dinikmati saat sarapan.



Kali ini, gue lebih bisa menikmati Mie Atep dan jeruk kunci hangat yang disajikan. Selain karena rasanya lebih enak, gue juga memiliki waktu lebih lama untuk mencerna makanan gue. Maklum aja, di hari sebelumnya, gue -atau kita- nggak pernah duduk lama setiap singgah di tempat makan. Kayak lagi dikejar-kejar debt collector!

Setelah mengisi penuh tangki tenaga (baca: perut), kami pun mulai berkliling-kliling kota, hendak melihat-lihat keramaian yang ada.


***

10 menit kemudian, kami tiba di rumah adat Belitung. Tak terlalu banyak hal yang kami lakukan di sana, jadi gue akan lanjut bercerita mengenai destinasi selanjutnya: The Ironically Beautiful Danau Kaolin.

Kenapa ironis? Karena danau ini justru terbentuk akibat eksploitasi kaolin habis-habisan di Belitung. Saat berkunjung ke sana, kalian akan disuguhkan pemandangan yang benar-benar cantik. Lubang bekas galian terisi oleh air kebiruan. Air yang memenuhi bekas galian tersebut dibingkai oleh hamparan tanah putih mirip salju. Pemandangan tersebut juga dipercantik oleh langit biru yang cerah.


Sayangnya, kami (lagi-lagi) hanya diberikan waktu sebentar untuk menikmati dan mengambil foto pemandangan Danau Kaolin yang cantik ini.


"Semua sudah lengkap? Nggak ada yang perlu ganti baju karena salah kostum, kan? Mobil sebelah ada yang mau ambil baju di hotel karena salah kostum, nih!" seru Pak Untung yang disambut oleh senyum seadanya dari para peserta tur.

Sementara gue udah gatel pengen komen. Temen nyinyir mana temen nyinyiiiir?


***

Dari Danau Kaolin, kami melanjutkan perjalanan ke satu lokasi yang paling gue nanti.

Yep. Replika Sekolah Laskar Pelangi.

Sedikit intermezzo, gue adalah pecinta kisah Laskar Pelangi. Gue mengikuti kisah ini mulai dari novel yang ditulis Andrea Hirata, lalu dilanjutkan dengan menonton setiap film dan teater musikalnya. Gue bahkan memiliki CD yang berisi soundtrack Musikal Laskar Pelangi. Intinya, I love everything about Laskar Pelangi.

Walaupun sudah segitu sukanya, tapi entah kenapa gue membutuhkan waktu lama untuk berkunjung ke Belitung. Ini persis kayak Ikal yang cuma bisa liatin Aling dari kejauhan.

Tapi setelah bertahun-tahun memendam rasa, akhirnya saya sampai sini juga, Boy!

Udara Belitung yang menyengat siang itu nggak menghentikan gue untuk eksplor sana-sini. Masuk ke ruang kelas, foto di setiap sudut, hingga mendengarkan anak asli Belitung menyanyikan lagu Laskar Pelangi yang diciptakan oleh Nidji.



Berada di sini seperti mengantarkan gue kembali pada masa sekolah dan kuliah. Saat di mana mimpi sedang dipasang setinggi-tingginya. Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu. Kutipan dari novel Sang Pemimpi tersebut adalah petuah hidup gue saat itu.

Itu dulu. Sebelum gue jadi seonggok karyawan yang sudah tergerus kenyataan pahit Ibu Kota. Mimpi gue jadi sesederhana dapet duduk di commuterline tiap pergi dan pulang kerja. Haha.


***

Setelah menghabiskan waktu yang cukup lama di SD Laskar Pelangi. Akhirnya kami 'loncat' ke tujuan selanjutnya. Kenapa loncat? Karena jaraknya deket banget dari SD Laskar Pelangi.

Jadi, kalau nanti kamu berkunjung ke SD Laskar Pelangi, jangan lupa sempatkan waktu untuk mampir ke Gelembung Rotan yang terletak di tepi Sungai Lenggang. Tempat ini cocok banget buat selfie, terus dipamerin deh di Instagram. Sukur-sukur dapet banyak like! #TujuanHidupAnakMillennial


Di belakang gelembung rotan juga terdapat dermaga yang bisa dimanfaatkan sebagai tempat selfie. Atau, kalau mau usaha sedikit, kamu juga bisa turun untuk foto di tengah rumput liar seperti ini.



***

Hari itu sepertinya kita hampir membabat habis lokasi wisata yang terletak di Belitung Timur.

Singkatnya, setelah dari Gelembung Rotan, kami berkunjung ke Museum Kata Andrea Hirata dengan desain arsitektur warna-warni yang memanjakan mata dan naluri untuk (lagi-lagi) selfie. Untuk masuk ke museum ini, kita harus membayar Rp50.000. Merasa kemahalan? Tenang. Dengan membayar Rp50.000 kita juga akan mendapat satu buku Andrea Hirata.

Selanjutnya, kami diajak ngopi di Kota 1001 Warung Kopi, Manggar. Menurut teman gue, rasa kopinya lebih enak di Warung Kong Djie yang ada di Tanjung Pandan. Selesai ngopi cantik, kami kembali diajak ke tempat lainnya, mulai dari kediaman Pak Basuki atau Ahok, Vihara Dewi Kwan Im, dan pantai yang gue lupa namanya, tapi yang pasti ada di Belitung Timur.



Berbeda dengan peserta lain yang hanya bermain-main di sekitar penjual kelapa muda, kami memilih berjalan sedikit jauh menuju dermaga untuk mendapat foto ciamik. Namanya juga anak hobi pamer, kan. Hahaha.



***

Tenggelamnya matahari menutup perjalanan kami hari itu. Tubuh sudah lengket akibat keringat yang nggak berhenti mengucur sepanjang hari. Kaki sudah pegal karena berjalan ke sana dan ke sini. Perut pun sudah lapar minta kembali diisi.

Sepanjang perjalanan pulang, ada yang memilih tidur, bengong, hingga ngomel karena kelaperan. Kalau kamu tipe yang lapar dikit jadi cranky, mending siapin stok cemilan deh daripada bikin temen kamu keki, kan.

Perjalanan gue di Belitung tentu tidak terhenti hari ini. Esokan harinya, gue dan peserta tur lainnya akan menjelajahi pantai Belitung yang dipenuhi oleh bebatuan granit.

Sama seperti gue yang harus naik turun bebatuan granit untuk menikmati keindahan alam Belitung, perjalanan gue keesokan harinya juga 'dihiasi' dengan naik turunnya emosi.

Tapi gue akan menceritakannya nanti, di post selanjutnya. Masih mau nungguin, kan? :D














You Might Also Like

0 komentar