BELITUNG PART 3: DARI PANTAI HINGGA SURGA TERSEMBUNYI

September 02, 2017

Belumlah sah berkunjung ke Belitung kalau belum menjelajahi pantainya. Jajaran batu granit, air laut yang jernih dengan gradasi warna biru yang cantik, serta langit biru yang cerah. Semuanya seperti pemandangan yang sering terlihat pada lukisan atau kartu pos. Belitung memang paket lengkap, cantiknya merata di lautan dan daratan.


***

Pagi itu adalah pagi ketiga gue di Belitung. Tempat menginap yang jauh lebih layak dibanding malam sebelumnya membuat tidur gue lebih berkualitas. Pagi itu pun gue bangun dengan tubuh yang segar walau hari sebelumnya gue dan peserta tur lain sudah berkeliling kota Belitung dari pagi hingga malam hari. 

Setelah sarapan dengan teh manis hangat dan setangkup roti cokelat, gue menyiapkan ‘peralatan perang’ yang akan dibawa mantai, seperti kacamata renang, sunblock, dan handphone. Tak lama, Pak Untung -tour guide kami- tiba dan perjalanan kami hari itu pun resmi dimulai.

Setibanya di Pantai Tanjung Kalayang, Pak Untung membagikan life vest, alat snorkeling, dan fin sebelum kami menaiki perahu. Banyaknya jumlah peserta tur, membuat Pak Untung membagi kami ke dalam dua perahu. Lagi-lagi ku harus berpisah dengan yang ‘lucu’ di ujung sana. Ehem.

Apakah kami langsung menuju spot snorkeling? Tentu tidak. Sebelumnya, Pak Untung mengajak kami melihat Batu Burung Garuda yang merupakan ikon kota Belitung, serta singgah sebentar di Pantai Batu Berlayar dan Pantai Pasir yang hanya muncul saat air laut surut. Setelahnya, barulah kami diajak menikmati pemandangan bawah laut Belitung yang cantik.

Perahu akan berhenti sekitar 10 menit agar kita bisa foto ikon kota Belitung ini

Di pantai ini, ada beberapa bintang laut yang bisa dijadikan properti foto :D


Sayangnya, gue tidak bisa berlama-lama snorkeling karena beberapa hal. Sementara, salah seorang teman gue yang cowok (kita sebut saja B) baru ‘nyemplung’ sebentar udah naik ke perahu lagi. Takut hiu, katanya. 

Selesai snorkeling, kami diajak mampir ke Pulau Lengkuas untuk makan siang. Di Pulau Lengkuas ada sebuah mercusuar setinggi 70 m. Banyak yang bilang, pemandangan Belitung dari atas mercusuar ini sangatlah cantik. Jadi, jika punya kesempatan ke Pulau Lengkuas, naiklah ke mercusuar ini. Lagi-lagi sayangnya, saat gue ke sana, mercusuar ini sedang tidak dibuka untuk umum.

Ini dia mercuasuar yang sudah ada sejak tahun 1882


Akhirnya, dua orang teman gue (si L & M) memilih main air sambil berfoto, sementara gue memilih duduk di bawah pohon kelapa sambil menikmati apa yang ada di sekitar gue.

Kalau yang lain suka berfoto-foto, gue yang pada dasarnya berjiwa melankolis ini sebenarnya lebih suka leyeh-leyeh. Duduk santai di bawah pohon kelapa atau bebatuan karang, menikmati melodi yang muncul saat desiran ombak bertabrakan dengan bebatuan karang, merasakan terpaan angit laut atau sinar matahari ke wajah dan rambut, sambil berpikir ini dan itu.

Gue hanya ingin menikmati suasana ini dan nggak mau peduli dengan yang lain.

Terkadang, gue bahkan nggak kepikiran untuk ambil foto karena nggak ingin merusak suasana yang sedang gue bangun. Iya, gue memang anaknya suka melankolis gitu. :p

Belum lama menikmati suasana pantai, hujan mulai turun. Semakin lama, hujan semakin deras disertai angin kencang. Kami cuma bisa berteduh di bawah warung sembari menikmati teh manis hangat. Beruntung, badai tak berlangsung lama sehingga kami bisa menikmati spot berikutnya: Pantai Tanjung Kalayang.



Langi semakin gelap, badai akan segera datang


Apakah kami akan kembali snorkeling? Tentu tidak. Kami justru diajak masuk ke hutan untuk menikmati spot yang keren. I can say it’s a hidden gem in Belitung. Kenapa? Karena untuk masuk ke sana, kami harus melewati hutan dan naik turun bebatuan licin. 

Tetapi begitu kamu berhasil melewati bebatuan licin tersebut, kamu akan menemukan tempat (baca: surga) tersembunyi yang keren banget.





Hari semakin sore, Pak Untung mulai mengumpulkan kami yang berpencar ke sana dan ke sini untuk menuju tempat berikutnya, yaitu Pantai Tanjung Tinggi. Jadi, pantai ini adalah tempat syuting film Laskar Pelangi. Sebagai pecinta novel, film, hingga musikal Laskar Pelangi, sudah pasti gue penasaran banget dengan pantai yang satu ini.

Sayangnya, begitu kami sampai di sana, matahari sudah turun. Padahal gue yakin, Pantai Tanjung Tinggi pasti sangatlah cantik di siang hari. Akhirnya, kami semua cuma bisa foto-foto maksa berbekal cahaya flash. 

Mengingat malam itu adalah malam terakhir kami di Belitung, Pak Untung pun mengajak kami ke pusat oleh-oleh khas Belitung. Tentu saja yang pertama gue cari adalah kerupuk bangka titipan nyokap dan sirup jeruk kunci khas Belitung.

Peserta tur yang sudah selesai berbelanja memilih kembali ke bus untuk beristirahat. Maklum saja, kegiatan hari ini sangatlah padat dan melelahkan. Sebagian peserta pun lebih memilih beristirahat di bus sembari memejamkan mata. Suasana bus bisa dibilang hening dan tenang, sampai tiba-tiba…

DUARRR.

Meletuslah pertengkaran antara seorang pria dan wanita, yang nggak lain dan nggak bukan adalah teman gue sendiri, si L dan si B. HAHA.

Peserta tur hening.

Dua teman gue masih seru beradu mulut.

Peserta tur tambah hening.

Dua teman gue masih terus beradu mulut.

Gue berusaha menengahi, teman gue pun.

Teman gue yang cewek -si L- akhirnya diam, berusaha mengalah. Yang cowok -si B- justru kembali pasang petasan.

Ah, ya sudahlah. Sudah gue bilang, kan, di postingan sebelumnya kalau traveling itu bukan hanya masalah tempat, tapi juga masalah teman.

***

Keeseokan harinya, kami bangun lebih pagi dari biasanya. Bukan karena jadwal penerbangan kami pagi hari. Justru karena jadwal penerbangan kami sore hari, kami bertiga memutuskan untuk menjelajahi Belitung pagi ini. Sementara, si B lebih memilih beristirahat di hotel. 

Karena paket tur sudah berakhir, maka malam sebelumnya kami sudah menyewa motor. Harga sewa motornya sendiri kalau tidak salah ingat sekitar Rp40.000,- karena kami hanya menyewa setengah hari.

Tujuan pertama kami adalah Danau Kaolin. Menurut salah seorang peserta tur, Danau Kaolin sangatlah cantik saat matahari terbit. Ketika kami sampai di sana, kami pun disuguhkan hamparan bebatuan putih, sekilas mirip salju. Tapi, berjalan di antara bebatuan itu susah banget! Entah kenapa bebatuan tersebut sangatlah lembek, sehingga kaki kami pun seringkali jeblos di tengah-tengah bebatuan.







Puas foto-foto di Danau Kaolin, kami kembali menuju Pantai Tanjung Tinggi. Dan sesuai prediksi gue kemarin, pantai ini bagus dan asik banget buat duduk-duduk. Ditambah lagi, di sini sinyalnya kenceng. Jadi, gue bisa cari bacaan di Internet sembari nungguin dua teman gue foto-foto.





Berhubung penerbangan kami sekitar pukul 12 siang, maka kami kembali ke hotel sekitar pukul 10. Di tengah perjalanan pulang, kami menemukan sebuah ayunan di pinggir pantai. Kami pun menepi sebentar untuk main ayunan sambil mengabadikan momen alias selfie.



Sesampainya di hotel, waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB. Kami hanya punya waktu untuk mandi dan tidak sempat sarapan. Daripada ketinggalan pesawat, kami pun menahan lapar hingga tiba di Jakarta.

***

Perjalanan dari Belitung menyisakan kulit yang -tumben-tumbenan- terbakar dan seorang teman baru. Perselisihan kedua teman baru gue tentu saja menjadi hal yang nggak menyenangkan selama perjalanan gue ke Belitung. Tapi hal tersebut juga menjadi pengingat bahwa traveling itu tidak hanya mengenai pergi ke tempat yang cantik, tapi juga tentang saling mengerti dan menjaga emosi. Traveling bukan hanya tentang diri kamu sendiri.

Di balik itu, gue sangat menikmati perjalanan ke Belitung, kok. Jadi, kalau saat ini kamu lagi merasa 'kurang piknik' alias mumet dan jengah dengan segala rutinitas, siapkan backpack-mu dan pergilah ke Belitung.



Baca juga: Belitung Part 1 & Part 2

You Might Also Like

0 komentar