Berlibur ke Yogya #1: Ngapain Aja?

Maret 02, 2018

Berawal dari celetukan singkat "eh, gue pengen jalan-jalan, nih" di akhir Desember 2017 lalu, maka di pertengahan Februari 2017 kemarin berangkatlah gue dan Daru ke Kota Pelajar, Yogyakarta.

Perjalanan ke Yogyakarta selama lima hari ini adalah salah satu bentuk relaksasi untuk gue yang akan pindah ke kantor baru, juga untuk Daru yang sedang jenuh di kantornya saat ini. Bisa dibilang, tema perjalanan kali ini adalah berpetualang sambil bersantai. Ada jalan-jalannya, ada juga leyeh-leyeh di hotel seharian.

Lalu, apa yang gue lakukan di Yogya dalam waktu 5 hari? Jadi gini ceritanya.

Mengunjungi Situs Warungboto
Pernah mendengar atau mengunjungi Taman Sari? Nah! Bentuk bangunan di Situs Warungboto ini mirip dengan desain arsitektur Taman Sari. Dulunya, Situs Warungboto digunakan oleh Sultan Hamengkubuwono II sebagai tempat peristirahatan. Sisa-sisa bangunan Situs Warungboto sempat rusak parah akibat gempa tektonik pada tahun 2006. Tapi kemudian, Balai Pelestarian Cagar Budaya melakukan renovasi dan kini Situs Warungboto menjadi salah satu tempat wisata yang mulai ramai dikunjungi wisatawan.



Situs Warungboto sendiri memiliki struktur bangunan yang instagenic, alias sangat ketje dijadikan spot untuk foto-foto kemudian di-post di Instagram. Haha! Makanya, nggak heran kalau saat berkunjung ke sini, kalian banyak menemukan muda-mudi yang sibuk foto-foto dengan alat perang (re: kamera) mereka. Tentu saja gue dan Daru nggak mau melewatkan momen untuk foto di tempat cantik ini.




Untuk berkunjung ke Situs Warungboto, pengunjung nggak perlu merogoh kocek dalam-dalam. Hanya butuh Rp3.000 saja untuk biaya parkir. Menuju tempat ini pun tidak sulit karena letaknya tidak jauh dari pusat kota.

Menghirup Udara Pegunungan di Hutan Pinus
Dari pantai, hingga hutan... Yogyakarta punya banyak tempat seru untuk dijelajahi. Jadi, kalau kamu nggak mau belok ke pantai, kamu bisa terus lari ke hutan (sounds familiar?). Ada beberapa hutan pinus di Yogyakarta yang bisa dikunjungi, yaitu Hutan Pinus Asri, Hutan Pinus Mangunan, dan Hutan Pinus Pengger. Dalam kunjungan kali ini, gue dan Daru memutuskan untuk pergi ke Hutan Pinus Pengger.



Perjalanan menuju Hutan Pinus Pengger hanya memakan waktu 40 menit dari penginapan gue di daerah Brontokusuman. Walaupun tidak terbilang jauh, namun rute perjalanannya cukup 'gahar' untuk kami, Ciwik-ciwik Nekad. Jalanan naik turun dengan belokan curam, serta sawah, kebun dan jurang mewarnai perjalanan kami menuju Hutan Pinus Pengger. Pastikan kamu selalu berhati-hati saat berkendara menuju tempat ini, ya. Apalagi saat malam hari, di mana tidak ada lampu jalan di sekitar hutan. 

Begitu sampai di area hutan, pengunjung diwajibkan membayar biaya parkir dan biaya masuk. Untuk dua orang dan satu motor, gue hanya dikenakan biaya Rp7.000 saja. Biaya ini terbilang sangat murah untuk tempat wisata dengan toilet dan mukena yang bersih.

Saat gue ke sana, Hutan Pinus Pengger sedang ramai dikunjungi oleh wisatawan. Wajar aja, sih, karena gue berkunjung saat long weekend. Biarpun ramai, tapi suasananya nggak nyebelin. Semua orang tertib antre untuk foto di sejumlah spot cantik, mulai dari rumah-rumah kurcaci yang dibentuk dari ranting pohon, hammock warna-warni yang dipasang bertingkat, hingga gardu pandang berbentuk tangan raksasa. Intinya, kalau kamu ke sini, jangan lupa untuk mengeksplor setiap sudut Hutan Pinus Pengger ini.




Nggak cuma untuk membersihkan paru-paru dan menambah koleksi foto aja, kamu juga bisa menikmati pemandangan matahari terbenam di Hutan Pinus Pengger. Dalam suasana ramai saja, gue dan Daru masih bisa menikmati sunset yang cantik sembari ditemani angin sepoi-sepoi.







Makan Sate Klatak
Di pertengahan jalan menuju Hutan Pinus Pengger, kami sempat mampir ke Sate Klatak Pak Pong untuk makan siang. Mumpung lagi ke Yogya, Daru pun mengajak gue nyicipin makanan khas Bantul ini.

Kenapa dinamakan sate klatak? Konon katanya nama tersebut diambil dari bunyi "klatak klatak" yang muncul saat sate ini dipanggang. Kenapa bisa muncul suara tersebut? Karena sate yang terbuat dari daging kambing muda dengan bumbu garam dan merica ini tidak ditusuk dengan bambu seperti sate kebanyakan, melainkan jeruji sepeda.



Penyajian sate ini juga beda dari sate pada umumnya. Jika sate biasanya disajikan dengan bumbu kacang atau sambal kecap, maka sate klatak disajikan dengan sedikit kuah gulai. Seinget gue, harga satu porsi yang terdiri dari dua tusuk sate itu hanya sekitar 20 ribuan.

Jalan-jalan Malam di Malioboro
Ada yang bilang, belum sah ke Yogya kalau nggak mampir ke Malioboro. Meskipun selalu ramai (dan meskipun hingga saat ini gue belum pernah foto di plang Malioboro), tapi nggak tahu kenapa rasanya pengen aja gitu jalan-jalan di sekitaran Malioboro. Iya, nggak, sih? Apa cuma gue doang? Haha.



Emang ada apa di Malioboro? Ada banyak hal yang bisa dilihat dan dinikmati. Mulai dari hiruk pikuk delman dan becak, pedagang kaki lama, warung lesehan, hingga seniman jalanan. Biarpun ramai, tapi suasananya tetap santai. Yogya sekali. Makanya gue suka kembali ke sini. Padahal hanya sekadar jajan wedang ronde, tapi nggak afdol aja gitu kalau ke Yogya tapi belum ke Malioboro.






Nongkrong di Warung Kopi
Budaya nongkrong di warung kopi sebenernya emang udah ada sejak jaman dulu. Makanya warkop-warkop merajalela di tiap sudut kota. Hanya saja, sekarang warkop alias warung kopi sudah bertransformasi menjadi lebih modern, dari konsep pelayanannya hinga desain interiornya. 

Warung kopi modern ini nggak cuma menjamur di Jakarta, tapi juga di Yogya. Coffee shop yang gue dan Daru kunjungi saat ke Yogya kemarin adalah Filosofi Kopi. Yup, betul. Filosofi Kopi nggak cuma ada di Jakarta, tapi juga buka cabang di Yogya.




Berbeda dari Jakarta, suasana FilKop di Yogya sangatlah sejuk dan tenang. Bawaannya pengen leyeh-leyeh seharian, nggak mau mikirin masalah hidup (seberat apa sih masalah ngana, cuy!). Nulis di sini pasti menyenangkan banget!

Jajan Es Krim di Tempo Gelato
Jika masih memiliki waktu senggang di Yogya, tidak ada salahnya untuk menyempatkan diri mencoba gelato di Tempo Gelato. Kios gelato ini memang terkenal di kalangan wisatawan, jadi sudah pasti tempat ini akan ramai oleh pengunjung yang penasaran dengan rasa gelato mereka *tunjuk diri sendiri*.

Selain dari interiornya yang bertema rustic, menurut gue harga gelato yang murah juga menjadi nilai jual mereka. Untuk satu cup kecil, gue cukup membayar Rp20.000 saja dan sudah bisa memilih 2 rasa. Masalah rasa? Hmm... cukup oke. Tapi gue pribadi, sih, lebih suka Gaya Gelato dan Gusto Gelato di Bali, ya.





Bersantai di Hotel
Jika tujuan traveling kalian adalah relaksasi, maka bersantai di hotel bisa jadi pilihan. Saat ke Yogya kemarin, gue menginap di dua hotel berbeda, yaitu Adhistana Hotel dan YATS Colony. Mengapa memilih dua hotel tersebut? Karena dua hotel tersebut nggak cuma bagus untuk foto-foto, tapi juga nyaman sekali buat bersantai.

Dua hotel tersebut tentunya meninggalkan kesan tersendiri buat gue dan Daru. Adhistana dengan suasana tenang dan santai khas Yogya, sementara YATS hadir dengan suasana yang lebih modern namun tetap asri dan rindang. Gue akan menuliskan review lengkap udah kedua hotel ini di post selanjutnya, ya.



Sebenarnya masih banyak tempat yang bisa dikunjungi saat pergi ke Yogyakarta. Misalnya, Gumuk Pasir, Goa Pindul, Merapi, hingga jajaran pantainya. Tapi, semua kembali lagi ke tujuan traveling kalian. Tujuan traveling lo apa?

Love you!





You Might Also Like

0 komentar