Ngapain Aja Habis Resign?

Mei 20, 2019

Ahoj!

Gila. Ternyata udah dua bulan gue nggak nge-blog. Padahal, gue udah resign dan sedang menjajal kehidupan sebagai freelancer. Harusnya waktu gue jauh lebih banyak buat menulis di sini, kan, ya. Tapi apa daya, distraksi sehabis resign pun ternyata buanyak sekali. Haha.

Source: Pinterest

Jadi, apa yang sudah gue lakukan setelah memutuskan keluar dari pekerjaan gue kemarin? Mostly, gue berkontemplasi, sih. Cailah, berat Valine, berat!

Sejak resign, gue sebenarnya jadi lebih banyak mikir dan mencari tahu, disertai dengan emosi yang naik turun. Kadang gue semangat '45, kadang kepercayaan diri gue nyungsep. Begitu terus berulang kali. Sebenarnya itu normal, sih, mengingat gue pun hanya manusia biasa. 

Setidaknya gue happy karena akhirnya gue punya masa di mana semangat gue naik. Padahal, setahun belakangan kemarin semangat dan kepercayaan diri gue lagi aur-auran. Dengan kepercayaan diri yang segitu rendahnya, gue pun sukses menyia-nyiakan banyak kesempatan. Ya, kalau mau berpikir positif, mungkin memang belum jodoh.

Tapi, menganggap "belum jodoh" sebagai satu-satunya faktor penyebab kegagalan kok seperti 'ngumpet' dari kelemahan diri sendiri, ya. Gue percaya bahwa faktor penyebab kegagalan itu bukan hanya karena belum jodoh semata, tapi juga ada faktor internalnya. Dengan kata lain, gue juga ikut nyumbang kesalahan.

Setiap kali gagal gue pasti bersedih, kadang marah. Tapi, setiap kali gagal gue pun belajar. Gue menganalisa dan merenungi apa penyebabnya. Lalu gue mencoba lagi. Sepertinya akhir-akhir ini, itu yang sibuk gue lakukan. Gue berulang kali jatoh, lalu berulang kali mencari cara buat bangkit. Setahun terakhir ini intens sekali, Sisteeer.

Dari kegagalan-kegagalan ini, akhirnya gue berusaha fokus terhadap diri gue. Gue berusaha mendengar dan melihat ke dalam diri gue. Apa, sih, yang selama ini gue cari? Jawaban ini udah pasti cuma gue yang tau, bukan orang lain.

Klise banget, ya? Tapi, memang bener, kok. Hanya elo yang tau apa yang lo mau, cara apa yang bekerja untuk lo, dan hal apa yang bikin lo merasa hidup.

Orang lain mungkin menyayangkan keputusan gue meninggalkan kantor dengan gaji lumayan, tapi gue tidak menyesali keputusan tersebut. Itu karena gue tau ini yang gue mau. Orang lain bisa memberikan saran ini dan itu tapi semua balik lagi ke elo. Saran tersebut nyangkut nggak di hati lo? Saran tersebut sesuai nggak dengan nilai-nilai hidup lo?

Ketika ekspektasi, anggapan, dan pendapat orang lain kita jadikan patokan mutlak, maka saat itulah tujuan hidup lo jadi kabur. Butuh contoh? Definisi sukses saat ini. 

Mungkin masih banyak orang yang mengasosiasikan sukses dengan uang. Sukses itu kalau sudah punya rumah. Sukses itu kalau sudah punya mobil. Sukses itu kalau dapat gaji sekian. Tapi, apakah benar itu bentuk kesuksesan yang elo cari? Cuma elo yang tau jawabannya.

Ada kalanya kita terlalu terkungkung dengan "kondisi ideal" yang terbentuk di masyarakat. Alhasil, kita hidup untuk memenuhi ekspektasi orang lain. Ujung-ujungnya hidup kitalah yang kita korbankan. Itu yang gue nggak mau terjadi pada diri gue.

Susah, sih, ngejalaninnya. Apalagi, terkadang orang terdekat lo sendirilah yang secara tidak langsung memaksa lo menyamakan persepsi mengenai kesuksesan dan kebahagiaan. Padahal konsepsi kebahagiaan setiap orang berbeda. Beda banget.

Lo mungkin bahagia buka puasa pakai es buah, tapi gue akan lebih bahagia kalau buka puasa pakai teh manis hangat. See? Bahkan konsepsi kebahagiaan tiap orang untuk hal kecil aja segitu bedanya.

Inilah yang membuat gue banyak merenung. Gue ingin tau apa yang benar-benar gue inginkan. Gue tidak ingin hidup untuk memenuhi ekspektasi orang lain. Gue ingin hidup dengan sadar. Itulah sebabnya setahun terakhir ini gue lalui dengan banyak perenungan, dan tentunya percobaan.

Iya, gue nggak cuma diem di rumah aja. Gue juga mengeksplor hal-hal yang gue sukai lebih dalam. Misalnya dengan mengikuti seminar atau workshop yang berhubungan dengan content creating, ikut les bahasa Inggris, bergabung dengan komunitas, sampai bikin akun @bukunalan. Kadang gue membahas target ke depan sama Daru, kadang hanya ngobrol singkat buat saling menularkan semangat.



Gue rasa inilah distraksi-distraksi yang bikin otak gue muter mulu sampai kelupaan sama blog ini. (ngeles aja kau, Lin!) :p

Terkadang gue menyesal kenapa gue tidak mengeksplor sejak dulu. Tapi, balik lagi. Jalan hidup tiap orang itu beda-beda. Gue anggap sejumlah kegagalan akhir-akhir sebagai wake up call gue. Sembari terus menggali dan mencari tau, gue akan terus mencoba dan mencicipi 'menu' baru yang berguna untuk kehidupan gue ke depannya.

Yang pasti, gue akan berusaha menerima setiap rasa dari proses yang gue jalanin dengan sadar. Ya tidak apa-apa hari ini sedih, toh, hidup berputar. Kalau terus berusaha, nanti pasti ketemu sama yang namanya bahagia. Terus bagaimana kalau ketemu lagi sama Si Sedih dan teman-temannya? Ya, terima saja. Namanya juga hidup, kan.

Jadi, gue harap kalian semua pun tetap semangat mencari tau apa yang kalian mau dan mengejar mimpi-mimpi kalian. Nggak ada salahnya kalian tutup telinga sejenak dari omongan orang. Kadang, omongan orang terlalu berisik sampai bikin kita lupa sama tujuan kita.

Kalau pun di tengah perjalanan kalian lelah, nggak ada salahnya, lho, duduk sebentar. Kalian yang paling tau kekuatan kalian. Lagipula, lelah itu biasa. Menyerah itulah yang berbahaya.

Sekian dulu tulisan ngalor ngidul gue ini. Semoga siapa pun yang baca jadi kembali bersemangat, sama bersemangatnya dengan gue saat menulis ini. Hehehe.

Ciao!







You Might Also Like

0 komentar