Pertama Kali Rafting Seumur Hidup: Kapok Gak?

Desember 03, 2019

Rasa-rasanya, 2019 itu jadi tahun coba-coba gue, ya. Kalau sebelumnya coba-coba resign terus balikan sama kantor lama, sekarang coba-coba rafting alias arung jeram untuk pertama kalinya.

Padahal ya, gue seperti kucing: takut air. Walau sebenarnya dari dulu pengen banget rafting, tapi tetep aja ujung-ujungnya mundur pelan-pelan. Ya gimana, pengalaman tenggelam pas banjir saat SD dulu masih menghantui sampai saat ini, Sist!

Walau udah berani snorkeling sejak empat tahun lalu, tapi gue tetap mikir kalau air di laut itu beda sama air di kolam renang dan sungai. Logika halu gue ini selalu mikir kalau gue tenggelam di laut maka kemungkinan ngambangnya lebih tinggi daripada di kolam renang dan sungai. Makanya, gue lebih berani main air di laut. I know, I know... halu, kan? Tapi, gimana dong? 😜

Nah, berhubung gue pengeeeen banget cobain main arung jeram dari dulu, dan tiba-tiba tingkat keinginan gue jadi sedikit lebih tinggi dibanding tingkat ketakutan gue, akhirnya gue pun bergabung dengan anak-anak kantor gue untuk rafting di Ciberang, Banten. Deg-degan sih, tapi hajar ajalah!

Lagi-lagi kepanjangan ya intronya? Haha. Baiklah, gue lanjutkan ke hari H, hari penentuan kapok tidaknya gue rafting.

***

Sebelum berangkat rafting, Ihsan, kepala sukunya tim IT sudah membagi 14 anak kantor menjadi tiga tim berdasarkan lokasi keberangkatan. Titik kumpul gue adalah di Stasiun Bogor karena gue berencana nebeng mobil Sindyta yang tinggal di Bogor. Selain gue, ada tiga orang lainnya yang nebeng Sindyta.

Bisa dibilang, perjalanan menuju Ciberang seperti latihan persiapan buat rafting hari itu. Pertama, mobil yang dikendarai Syndita adalah mobil Taft yang dimiliki keluarganya sejak tahun 1986. Yang mana... sepanjang perjalanan guncangannya begitu terasa, tapi seru! Semacam pengen lagi roadtrip pakai mobil begini.



Kedua, kami nyasar dua kali. Tim lain sepertinya melewati jalan normal yang bersahabat, sementara kami melewati hutan, jurang, gunung... dan empang. Alhasil, perjalanan yang harusnya hanya memakan waktu 2,5 jam pun molor menjadi 4 jam.

Begitu tiba di titik kumpul, sekaligus titik awal rafting, makan siang sudah tersedia di saung. Anak-anak yang lain sudah makan lebih dulu karena memang sudah masuk jam makan siang. Berhubung sudah lapar, kami pun langsung ikutan menikmati nasi dengan sayur asam, ayam dan tempe goreng, serta karedok. Nggak ketinggalan, kerupuk dan sambalnya.

Selain saung untuk tempat makan dan beristirahat, di lokasi kumpul tersebut juga ada enam kamar mandi untuk tempat bilas dan mushola. Bahkan, di depan saung ada Indomaret juga, lho. Jadi, untuk orang-orang yang butuh gula, kayak gue kemarin, bisa dengan mudah membeli teh botol dingin.

Setelah makan siang dan beristirahat sejenak, kami pun bersiap rafting sekitar jam 2 siang. Sebelum rafting, kami harus menggunakan peralatan keselamatan dulu, yaitu life vest dan helm. Masing-masing dari kami juga diberikan satu dayung.


Setelah semua menggunakan peralatan keselamatan, kami dibagi menjadi empat tim. Yang membagi adalah pemandunya langsung. Mereka membagi tim berdasarkan berat badan untuk menjaga keseimbangan di kapal nanti.

Begitu tim sudah dibagi, kami pun diperkenalkan dengan pemandu untuk tiap tim dan diajak turun ke sungai. Saat rafting kemarin, pemandu gue adalah Rohim, yang ternyata pernah menjadi perwakilan kotanya untuk kejuaraan rafting nasional, jika gue tidak salah ingat.


Sampai di sungai, pemandu akan mengatur posisi duduk kami. Kemudian, kami pun diberikan briefing singkat, mulai dari cara memegang dayung hingga sejumlah aba-aba yang akan diberikan pemandu dan harus kami lakukan saat rafting. Misalnya saja, jika pemandu berteriak "Stop!", maka dayung harus diangkat dari sungai dan diletakkan di atas paha masing-masing.

Akhirnya, setelah diawali dengan berdoa bersama... rafting pun dimulai. Rasa deg-degan berubah menjadi super excited. Iya, gue nggak lagi cemas karena sudah pake life vest dan udah ingetin (dengan nada menggertak) pemandunya biar kapal gue nggak ditebalikin. Haha.

Sebelum di-brief pemandu
Saat rafting kemarin, kami memilih perjalanan 10 km dengan waktu tempuh sekitar 2 jam. Selain jarak 10 km, ada juga jarak 900 m untuk anak-anak dan 25km dengan waktu tempuh sekitar 5 jam.

Gue pikir, gue akan mendapat serangan panik saat rafting. Tapi, ternyata justru gue sangat menikmati perjalanan menyusuri Sungai Ciberang ini. Seru banget rasanya saat perahu yang gue naiki berjalan tidak seimbang ketika melewati celah bebatuan, atau saat tersangkut di batu sampai perahu miring.

Sembari rafting, gue dan teman-teman juga menikmati pemandangan cantik di sekitar sungai. Bahkan, gue sempat melihat biawak di sisi sungai, sementara teman gue melihat monyet di atas pohon. Perjalanan menjadi semakin menyenangkan saat hujan turun. Kapan lagi kan happy saat kehujanan? Cuma pas rafting aja kayaknya.



Sesekali, pemandu kami juga bercerita tentang area yang kami lalui. Misalnya saja, ada jeram yang dinamakan Jeram Brimob karena anggota Bribob pernah terjatuh di situ. Sekilas, gue berpikir, haruskah gue menceburkan diri di salah satu jeram biar dinamakan Jeram Valine? Hahaha.

Saat hampir melewati setengah perjalanan, kami diajak beristirahat sebentar di sisi sungai. Beberapa dari kami memilih berenang atau bermain air, sementara beberapa orang lainnya mencoba melompat dari bebatuan tinggi di sisi sungai.

Sekitar 15 menit kemudian (ini ngarang sih karena gue gak pakai jam hahaha), perjalanan kami pun dilanjutkan. Kali ini, medan yang harus dilalui lebih berat dibanding sebelumnya. Bahkan, kami harus melewati air terjun dengan ketinggian 1,5 meter.

Momen saat perahu menuruni air terjun itu cukup bikin deg-degan, tapi ini menjadi tantangan favorit gue saat rafting kemarin. Saat menuruni air terjun, gue hampir kecebur. Untungnya, pemandu perahu yang gue naiki dengan sigap menarik life vest gue.

Look how happy I was haha
Setelah mengarungi sungai, kami dihadapkan kembali dengan bendungan air terjun setinggi 3 meter. Kali ini, kami harus turun dari perahu atas alasan keamanan. Kami pun turun ke bagian seberang air terjun lewat pinggir sungai yang memang sudah dibeton dan dilengkapi dengan tangga.

Bendungan tiga meter
Begitu perahu sudah turun, perjalanan pun dilanjutkan. Kali ini, bukanlah pepohonan yang berada di kanan dan kiri kami, melainkan rumah warga. Kami juga sempat melihat berbagai aktivitas mereka, mulai dari sikat gigi hingga mencuci baju. Ada juga tiga anak kecil yang sedang mandi dan mencipratkan air sungai ke kami. Sayangnya, di area ini air sungainya mulai kotor. Banyak sampah di kanan kiri sungai, bahkan beberapa terbawa arus.

Tak lama, kami pun tiba di titik terakhir. Di perhentian akhir ini, kami disajikan air kelapa dan tempe goreng. Pas banget, di pertengahan rafting rasanya perut sudah keruyukan, padahal baru makan tak sampai 4 jam yang lalu. Setelah selesai mengganjal perut, kami pun diantarkan kembali ke titik awal dengan menggunakan mobil bak terbuka. Wah, rasa-rasanya terakhir naik mobil beginian pas SD dulu, deh! Haha.

Naik pick up sambil kedinginan karena basah kuyup
Overall, perjalanan rafting ini cukup seru untuk gue yang baru pertama kali mencoba, bahkan gue merasa tantangannya belum cukup ekstrim sebenarnya. Menurut pemandu gue, ini disebabkan karena ketinggian air hanya 35 cm, padahal standarnya adalah 70 cm. Kegiatan arung jeram akan lebih seru lagi jika ketinggian air mencapai 90 cm.

Jadi, kapok atau nggak? Ya, nggak dong! Malah nagih, pengen coba yang lebih menantang. 😁


Disclaimer: All photos in this post aren't mine. Semua diminta dari koleksi foto teman-teman kantor gue (Sindyta & Tino) dan dari pihak travel.


Ciao!

You Might Also Like

0 komentar